Terik mentari membakar kulitku. Aku terus melangkahkan kaki menyusuri jalan setapak. Entah ke arah mana. Aku hanya mengikuti jalan. Aku merasa kan bahu ku sangat berat. Dadaku sesak. Mataku panas. Hatiku tertekan. Jiwaku tak karuan. Otakku pun tak mampu mengatur semuanya sebaik dulu. Otakku selalu tak sejalan dg hatiku. Apa yang aku pilih selalu bertentangan dg hati. Memutuskan hal yang paling pribadipun otakku tak mampu. Beberapa bulan sudah itu terjadi. Kesalahan besar dalam hidupku. Kata yang paling tepat untuk menggambarkan diriku yaitu "Bodoh" "Tidak sayang diri sendiri". Membiarkan mereka tertawa. Dan hati diri sendiri menangis tersedu.
Sepanjang jalan pikiranku terus bekerja keras, memikirkan hal ini. Hal yang selalu membuat dadaku penuh sesak. Lagi aku berfikir, tidakkah aku telah melakukan kebaikan? Atau hanya sia sia? Setelah aku menyesali ini, aku berniat akan sungguh sungguh. Aku berjanji pada diri sendiri. Tapi lagi lagi, atas perintah otakku, bukan hatiku. Kebaikan ataupun kesalahan apa mereka peduli? Aku sungguh takut mereka tetap bertahan berdiri didepan dia. Aku takut mereka tetap membela dia. Aku sungguh takut.
Aku kembali fokus ke arah jalan. Aku menemukan danau dan disebelahnya terdapat gubuk kecil. Aku sadar aku sangat kelelahan. Sudah seharian aku menyusuri jalan setapak ini. Mencari sampai mana ujungnya. Aku mencoba melihat ke arah dalam gubuk. Mencari siapapun yang berada didalamnya. Tetapi aku tak melihat siapapun didalamnya. Aku mencoba masuk dan mencari tempat beristirahat. Aku mulai mengantuk dan tanpa sadar aku terlelap..
Dari gelap, menjadi cerah. Aku tersadar telah berada di kursi panjang besi berwarna putih di depan laut. Aneh, aku tidak merasa panas. Udara dan cuaca sangat nyaman kurasakan. Tak kulihat ternyata ada sesosok pria duduk pula disampingku. Dia menoleh dan berkata "Hai, sudah bangun?" tanyanya sambil tersenyum. Teduh dan sangat perhatian. Aku merasakan jantung yang terus berdebar. Aku merasa sangat rindu pada pria ini. Tapi sungguh, aku tidak mengenalinya. Aku bingung. Lalu seolah dia dapat membaca pikiranku, dia berkata "mau air mineral? Baik buat aliran darah untukmu sekarang". Aku tersentak, mungkinkah dia? Perkataannya? Aku pernah mendengar itu dari orang yang sangat aku sayang. Aku terus memperhatikan dia dengan menahan tangis. Aku memperhatikan cara nya menatapku, caranya berjalan, caranya menuangkan mineral kedalam gelas. Aku merindukan orang itu. Tak terasa air mataku jatuh. "Kau tidak apa apa?" tanyanya sambil mengusap pipiku. "jangan menangis, ada
aku disini". Aku terus menatapnya dan membiarkan tangan hangatnya menghapus air mata dipipiku. "Kau kenapa?" tanyanya lembut. Aku senang mendengarnya. Lalu ia mencondongkan badannya dan segera memelukku. Hangat. "sudah lebih baik?" tanya ia lagi. Setelah beberapa menit dan tangisku mulai mereda, dia melepaskan pelukannya. Dia memegang bahuku dan menatapku lurus lurus. "Sejak kapan kau bisu?". Aku tersenyum kecil masih dg linangan air mata. "Sejak kau pergi" jawabku lirih. Wajahnya terlihat sedih beberapa detik lalu berubah tenang lagi. "Boleh aku memelukmu lagi?"tanya nya. Aku tersenyum dan mengangguk pelan. "Aku sangat merindukanmu" ujarnya lirih saat memelukku. Hatiku mengembang. Kata kata ini lah yang sangat aku ingin dengar selama ini. Kata kata inilah yang aku impikan terucap langsung dari mulutnya. Air mataku jatuh lagi. "Aku juga" jawabku sambil menahan isak tangis. Dekapannya semakin erat. Seolah tak ingin melepaskannya. Aku berharap saat ini
juga waktu berhenti. Biarkan aku dipelukannya. Hanya aku dan dia. Aku tak ingin melepasnya. Aku tak ingin dia jauh dariku. Saat saat jantungku terdengar olehnya. Saat saat jantungnya terdengar olehku. Begitu juga nafasnya, tangannya, wajahnya..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar